Seorang raja yang bijak karena tenggelam dalam kesibukan membangun
negerinya, ia tak sempat memperhatikan putera mahkota. Maka,
permaisurilah yang diberi tanggung jawab mendidiknya. Karena sang
pangeran adalah anak tunggal, permaisuri jadi terlalu memanjakannya.
Sang pangeran tumbuh menjadi pemuda yang sombong, egois, tidak punya
sopan santun dan malas belajar.
Raja menjadi sedih memikirkan sikap
puteranya dan nasib negerinya nanti. Akhirnya setelah
berbincang-bincang dengan permaisuri, raja memanggil pangeran dan
mengutusnya belajar selama satu tahun bersama seorang guru yang
bijaksana di sebuah padepokan. Setibanya di sana dan menemui sang guru,
pangeran langsung berulah. Ia menunjukkan sikap yang sombong,
menyebalkan, dan sangat tidak sopan. Kalau sang guru bertanya, pangeran
menjawab sekehendak hatinya. Kalau sang guru menerangkan pelajaran,
pangeran tidak mau mendengarkan, malah sibuk bermain-main sendiri. Ia
benar-benar bertingkah semaunya dan tak mau hormat sedikit pun pada sang
guru. Hari demi hari berlalu. Namun kelakuannya tetap tidak berubah.
Sombong, sok pinter dan tidak mau menyerap ilmu yang diberikan
kepadanya.
Sang guru pun berpikir keras bagaimana mengajak pangeran
supaya berubah menjadi baik dan rendah hati. Suatu hari sang guru
mengajaknya minum teh bersama. Sang guru menuangkan air teh panas ke
cangkir pangeran. Air teh panas itu ia tungkan terus menerus hingga
tumpah kemana-mana. Sebagian tumpahannya mengenai tangan sang pangeran.
Ia kepanasan lalu meloncat sambil marah-marah. “Hai guru bodoh! Menuang
teh saja tidak becus, bagaimana kamu akan mengajar ilmu kepadaku?
Mengapa cangkir sudah penuh masih dituang air teh terus?” umpat sang
pangeran. Dengan senyum lembut sang guru berujar, “Engkau beruntung
hanya tangan yang terkena percikan teh panas. Saya sengaja menuang air
teh terus menerus sekalipun cangkir itu sudah penuh karena saya ingin
mengingatkanmu bahwa cangkir itu sama dengan otak manusia. Bila kau
membiarkan cangkir itu tetap penuh, maka tak mungkin diisi lagi, bukan?
Mungkin itulah sebabnya pikiranmu tidak bisa menerima kehadiran Tuhan
dan diisi dengan hal-hal yang baik, karena kau membiarkan pikiranmu
dipenuhi oleh sikap sombong dan tinggi hati.
0 komentar:
Posting Komentar