30 Oktober 2011

::_Sebuah Cinta Untuk Ayah_::

tak ada ayah yang sempurna di dunia ini…tapi seorang ayah senantiasa berusaha untuk memberikan cinta yang sempurna untuk anaknya meski kerap kali ada dalam keterbatasan dan ketidakberdayaan.

mungkin ini hanyalah sedikit tentang hatiku, tentang sebuah cinta yang tak bisa ku miliki dengan sempurna.  ya, aku merasa sangat aneh dengan peradaban cinta saat ini. abad dimana orang terdekat bisa menjadi 'jauh' dan orang terjauh bisa menjadi 'dekat', abad dimana setiap orang mengaku cinta tapi tak memaknainya. abad dimana kebenaran dan cinta sejati tak bisa terungkapkan hanya karena 'gengsi', sudah bukan zamannya atau bahkan 'malu'. Malu? apa cinta yang sesungguhnya pada saat ini sudah menjadi tabuh???.  banyak ku temui kisah tentang cinta yang tak sempurna ini, dan aku sendiri menemukan kisahku tersudut disana.

"dia sangat mencintaimu, namun dia tak bisa mengungkapkannya", "dia sangat menyayangimu, namun dia tak bisa menemukan 'cara' bagaimana agar kau mengetahuinya". rangkaian kalimat itu cukup mengobati. aku sebenarnya tak ingin apapun, hanya butuh 'dengarlah ceritaku, aku ingin bercerita tentang bahagiaku, sedihku dan tentang sebuah rasa cintaku'. siapa sangka slogan sebuah iklan 'always listening always understanding' memberikan makna yang sangat besar untuk menemukan 'cara' terhadap sisi terang seseorang. aku tak mampu jika harus selamanya benar dan aku juga tak selalu selamanya salah. semua punya sisi baik dan buruk tersendiri. namun tak bisakah berikan dukungan dan pandangan dengan sisi yang baik sehingga hal-hal baik lainnya akan bermunculan dengan mudah??? meski aku sadar hidup tetaplah pilihan; 'digulirkan dan digilirkan'!!!
Baca Selengkapnya...

23 Oktober 2011

::_Half Full Half Empty_::

Beberapa Quote yang cukup berarti dan menggugah (dari buku Setengah isi setengah kosong):
  1. Jika ingin tahu bagaimana calon istrimu,lihatlah dan pelajarilah tingkah laku dan karakter ibunya.
  2. Bukan titik yang menyebabkan tinta,melainkan tinta yang menyebabkan titik. bukan cantik yang menyebabkan cinta, cintalah yang menyebabkan cantik.
  3. Seseorang yang sudah terlalu banyak menerima pemberian (kebaikan) orang lain akan sulit menegur si pemberi ketika yang besangkutan melakukan kesalahan
  4. Nilai dari suatu persahabatan sebenarnya dilihat dari ketulusan hati dan berkorban bagi orang lain
  5. Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang terlalu panjang untuk dijalani, dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi ketika KITA MAMPU Menyikapi Peristiwa yang terjadi dengan Hati yang Jernih dan Kepala dingin
  6. Tua itu pasti tapi Dewasa itu pilihan
  7. Salah satu sifat manusia yang hingga kini masih mewarnai pergaulan adalah seseorang lebih mudah dan menyeritakan hal-hal negatif orang lain daripada positif
  8. Kemenangan kita yang paling besar bukanlah karena kita tidak pernah jatuh melainkan karena kita bangkit setiap kali jatuh
  9. kalau mau mengubah dunia ingat 3M : Mulai dari yg kecil, Mulai dari diri sendiri, Mulai dari sekarang juga
Baca Selengkapnya...

16 Oktober 2011

::_Debat Abu Hanifah dengan Ilmuwan Kafir_::

pada zaman itu ada seorang ilmuwan besar yang sangat terkenal, sayangnya ilmuwan itu berkebangsaan romawi yang juga seorang atheis dan menolak mentah-mentah keberadaan Tuhan. 

Ketika itu para ulama diam saja dan tidak berusaha untuk menyadarkan si ilmuwan. tentu saja tidak semua ulama diam, masih ada yang peduli dengan keadaan tersebut, hal ini bisa berbahaya jika membiarkan si ilmuwan memengaruhi akidah umat. ulama yang dimaksud adalah guru Abu Hanifah yang bernama Hammad.

Pada suatu hari, orang-orang sudah berkumpul disebuah masjid. si ilmuwan naik ke mimbar dan menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya. ada maksud tersembunyi dibalik tantangan itu, sesungguhnya dia bermaksud menjatuhkan para ulama dengan argumen-argumen yang rasional.

si ilmuwan semakin congkak, apalagi setelah tantangan tak bersambut. dia menyangka semua ulama itu pengecut sehingga tidak ada seorangpun yan berani menyambut tantangannya itu. hal ini semakin diperkuat dengan suasana didalam mesjid yang tiba-tiba hening. beberapa orang saling pandang, ada pula yang mengarahkan padangan ke deretan paling depan tempat beberapa ulama duduk.

dari sekian banyak hadirin, ada seorang pemuda yang merasa sebal melihat kecongkakkan si ilmuwan. namun, dia berusaha menahan diri, barang kali ada seorang ulama senior yang berani tampil menghadapi tantangan itu.

sang pemuda menunggu lama, setelah yakin tak ada yang mau maju, barulah dia berdiri dan melangkah menuju mimbar. " Saya Abu Hanifah, siap berdebat dengan anda " kata sang pemuda sambil memperkenalkan diri.semua mata hadirin tertuju pada abu hanifah. mereka merasa heran melihat keberanian sang pemuda. beberapa orang mengatakan salut kepada abu hanifah. si ilmuwan sendiri merasa heran melihat keberanian itu, akan tetapi kebanyakan hadirin bersikap sinis dan menyepelekan kemapuan abu hanifah. adapula yang mempertanyakan motif abu hanifah tampil ke depan. apakah sekedar mencari sensasi, asal tampil atau mencari popularitas?

wajah abu hanifah tetap tenang. beliau tidak terpengaruh oleh berbagai bisikan yang ada. termasuk yang bernada miring sekalipun. dia menahan diri untuk berbicara karena merasa masih terlalu muda, sementara didalam masjid masih ada ulama senior. dia sendiri berharap ada seorang ulama senior yang mau meladeni tantangan sang ilmuwan. sayang, tidak ada seorangpun dari mereka yang mau naik ke mimbar.


"silahkan anda memulai," ujar abu hanifah mempersilahkan dengan sopan.
"Tahun berapa Tuhan kamu dilahirkan?" tanya ilmuwan kafir.
"Allah tidak melahirkan dan tidakpula dilahirkan" jawab abu hanifah
"hmm, masuk akal jika dikatakan Allah tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, lalu pada Tahun berapa Dia ada?"

    "Dia ada sebelum segala sesuatu ada," tegas abu hanifah
    "bisakah berikan contoh konkret mengenai hal ini?"
     "anda tahu tentang perhitungan?" abu hanifah balik bertanya
     " iya, saya tahu"
     " angka berapa sebelum angka satu?"
     "tidak ada," jawab ilmuwan kafir.
    "Tidak ada angka lain yang mendahului angka satu, lalu mengapa anda bingung bahwa sebelum Allah itu tidak ada sesuatupun yang mendahului-Nya?"

"Baiklah, sekarang dimanakah Allah berada? sesuatu yang berwujud pasti membutuhkan tempat, bukan?" lanjut si ilmuwan
   "anda tahu bentuk susu?" tanya abu hanifah
  " iya, saya tahu" jawab si ilmuwan
  "apakah didalam susu itu terdapat keju?"
  "ya, tentu"
  " kalau begitu, coba perlihatkan dimana tempat keju itu sekarang!"

"jelas tidak ada tempat khusus. keju itu bercampur dengan susu di seluruh bagiannya" jawab si ilmuwan dengan semangat.
"nah, keju saja tidak mempunyai tempat khusus dalam susu. tidak sepatutnya anda meminta saya menunjukan tempat Allah berada"

"Tolong jelaskan Dzat Allah. apakah wujudnya Allah itu benda padat, seperti batu, benda cair; seperti susu ataukah seperti gas?"
"anda pernah mendampingi orang sakit yang kemudian meninggal dunia?"
"pernah"
"awalnya orang sakit itu bisa berbicara dan bisa menggerakkan anggota badannya, bukan?"
"ya, memang demikian halnya"
"tetapi kenapa tiba-tiba orang sakit itu diam tidak bergerak? apa yang menyebabkan hal itu?"
"jelas, itu karena ruh orang tersebut telah berpisah dengan tubuhnya"
"sewaktu ruh itu keluar, apakah anda masih berada disana?"
"saya masih disana"
"coba jelaskan apakah ruh orang itu benda padat, cair atau gas?"
"wah, kalau itu saya tidak tahu"
"anda sendiri tidak dapat menjelaskan bentuk ruh, apalagi saya harus menerangkan Dzat Allah yang menciptakan ruh."

"lazimnya, sesuatu mempunyai arah. kemanakah arah Allah menghadapkan wajah-Nya sekarang?" tanya si ilmuwan lagi.
"apabila anda menyalakan lampu, ke arah manakah lampu itu menghadap?"
"cahayanya menghadap ke semua arah"
"lampu buatan manusia saja seprti itu, apalagi dengan Allah Sang Pencipta alam semesta. Allah adalah cahaya langit dan bumi"

"ada awal dan ada akhir, seorang masuk surga itu ada awalnya, tapi kenapa tidak ada akhirnya? mengapa surga dan penghuninya itu kekal abadi?" kata si ilmuwan melanjutkan pertanyaannya.

"untuk hal itu anda bisa membandingkannya denga perhitungan angka. angka itu ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya"

"lalu bagaimana pula para penghuni surga makab dan minum tanpa buang hajat?"
"ini pernah dialami anda sewaktu didalam rahim ibu. 9 bulan abda makan dan minum tanpa pernah buang hajat. anda baru buang air besar dan kecil beberapa saat setelah terlahir ke dunia"

"tolong jelaskan bagaimana kenikmatan surga bisa terus bertambah tanpa ada habisnya?"
"ada banyak hal semacam itu didunia. misalnya ilmu, ilmu tidak habis atau berkurang jika dimanfaatkan malah semakin bertambah"

"Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa pekerjaan Allah sekarang?"
"sejak tadi anda menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya hanya menjawab diatas lantai mesjid ini. kali ini untuk menjawab pertanyaan anda, saya mohon anda turun dari mimbar. saya akan menjawab pertanyaan anda barusan"

kemudian si ilmuwan turun dari mimbar sementara abu hanifah naik ke atas mimbar.
"saudara-saudaraku, dari atas mimbar ini saya akan menjawab pertanyaan tadi. tolong bisa anda ulang pertanyaannya?" tutur abu hanifah

"apa pekerjaan Allah sekarang?" kata si ilmuwan
"pekerjaan Allah tentu berbeda dengan pekerjaan makhluk. ada pekerjaan-Nya yang bisa dijelaskan dan ada pula yang tidak bisa dijelaskan. pekerjaan Allah sekarang adalah menurunkan orang kafir dari atas mimbar dan menaikkan orang mukmin ke atas mimbar. seperti itulah gambaran pekerjaan Allah setiap waktu".

===================================================================
_Like Father Like Son_



Baca Selengkapnya...

10 Oktober 2011

♥ Do'a Memohon Ridho didalam Hati ♥

Suatu ketika Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan sebuah doa sangat panjang kepada sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ’anhu. Lalu Zaid radhiyallahu ’anhu diperintahkan oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam untuk membacanya setiap hari, bahkan diharuskan kepadanya untuk menyuruh keluarganya membaca pula. Doa ini sangat panjang, namun ada bagian sangat penting dari doa tersebut yang berkaitan dengan sikap seorang beriman menghadapi berbagai realitas dunia, baik yang menyenangkan maupun yang terasa pahit. Sebab hidup kita di dunia senantiasa diwarnai oleh dinamika yang berubah-ubah. Kadang kita diberi senang, kadang mengalami derita. Kadang sehat kadang sakit. Kadang menang kadang kalah. Kadang lapang, kadang sempit. Ada perjumpaan, ada perpisahan. Ada kelahiran, ada kematian. Itulah dunia. Semua serba fana, tidak ada yang lestari.

Seorang yang beriman dikagumi oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Beliau sedemikian kagum akan karakter mu’min sehingga pernah suatu ketika beliau mengutarakan takjub akan fenomena orang beriman.

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Sesungguhnya semua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya.” (HR Muslim 5318)

berdasarkan hadits di atas berarti perjalanan hidup seorang mu’min adalah suatu rentetan penyesuaian sikap terhadap realitas yang Allah taqdirkan atas dirinya. Bila ia mengalami suatu hal yang menyenangkan, kemenangan, memperoleh karunia, nikmat, anugerah atau rezeki, maka pandai-pandailah ia mensyukurinya. Sebaliknya, bila ia ditimpa mudharat, kekalahan, duka, lara, nestapa atau kehilangan sesuatu atau seseorang, maka hendaklah ia kuat-kuat menyabarkan dirinya. Jadi inilah hakikat hidup seorang mu’min. Nah, agar kita memiliki kemampuan untuk senantiasa istiqomah dalam bersyukur kala senang dan bersabar kala sedih, doa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang diajarkan kepada sahabat Zaid radhiyallahu ’anhu mungkin dapat membantu kita.  Doanya adalah sebabgai berikut:


“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.” (HR Ahmad 20678)

Pertama, kita memohon kepada Allah agar sikap ridho selalu menghiasi hati kita. Ridho di sini maksudnya menghadapi segala keputusan Allah yang telah ditaqdirkan atas diri kita. Biasanya manusia mudah untuk ridho terhadap taqdir Allah yang menyenangkan. Mana ada orang menyesal ketika Allah kasih dia rezeki? Tapi jangan salah, saudaraku. Maksud ridho di sini ialah agar keridhoan itu tampil dalam bentuk pandai bersyukur ketika nikmat menyapa kita. Sebab tidak sedikit manusia yang ketika memperoleh suatu karunia lalu lupa mengkaitkan dengan taqdir Allah. Ia lupa untuk selalu menyadari bahwa tidak ada satupun kenikmatan yang sampai kepada manusia kecuali atas izin Allah. Nikmat mampir bukan karena kehebatan seseorang. Betapapun hebatnya seseorang, namun nikmat tidak akan bisa ia peroleh jika Allah tidak izinkan nikmat itu sampai kepada dirinya. Ia bisa memperoleh nikmat semata-mata karena Allah akhirnya mengizinkan nikmat itu sampai kepada dirinya.

Orang biasanya sulit ridho bila menyangkut taqdir Allah yang sifatnya pahit atau tidak menyenangkan. Oleh karenanya doa di atas juga kita baca saat ditimpa kekalahan, duka, lara, nestapa, mudharat agar keridhoan itu tampil dalam bentuk kemampuan untuk bersikap sabar menghadapi apapun yang Allah taqdirkan.

Salah satu bentuk sabar ialah seseorang sanggup mengambil pelajaran dari setiap musibah yang menimpa dirinya. Ia mendahulukan untuk menyalahkan dirinya sendiri daripada mencari fihak lain sebagai sebab musibah tersebut. Lalu ia selanjutnya mengkoreksi diri agar tidak jatuh kepada kekeliruan langkah seperti yang ia telah lakukan sebelumnya.

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”  (QS An-Nisa ayat 79)

Kedua, lalu sisa doanya menyangkut perkara di luar dunia. Coba perhatikan:

أَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ الرِّضَا بَعْدَ الْقَضَاءِ وَبَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ
 الْمَمَاتِ وَلَذَّةَ نَظَرٍ إِلَى وَجْهِكَ وَشَوْقًا إِلَى لِقَائِكَ

“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.” (HR Ahmad 20678)

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengarahkan Zaid radhiyallahu ’anhu untuk memohon kepada Allah ”...kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajah Allah dan kerinduan berjumpa dengan Allah.” Mengapa demikian? Karena, saudaraku, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin mengingatkan Zaid radhiyallahu ’anhu dan kita semua untuk memandang bahwa apapun yang kita alami di dunia ini –senang maupun sedih- pada hakikatnya adalah perkara kecil dan tidak berarti jika dibandingkan dengan mengingat Allah Yang Maha Besar, mengingat kematian, mengingat perjumpaan dengan Allah. Dan tidak ada kenikmatan yang lebih utama bagi penghuni surga selain memperoleh kesempatan memandang wajah Allah...!

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
 تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا
 الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا
شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ

“Bila penghuni surga telah masuk surga, maka Allah berfirman (kepada mereka): ”Apakah kalian ingin sesuatu untuk Kutambahkan? ” Maka mereka menjawab: ”Bukankah Engkau telah putihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah masukkan kami ke dalam surga? Dan selamatkan kami dari api neraka?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Maka disingkaplah Al-Hijab (tabir). Sehingga ahli surga tidak memperoleh sesuatu yang lebih mereka sukai daripada memandang wajah Rabb mereka Allah’Azza wa Jalla.” (HR Muslim 266)

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

”Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS Yunus ayat 26)

bagi seorang mu’min yang sibuk berjuang agar kelak di akhirat berhak memandang wajah Allah, tentulah segenap pengalaman hidup di dunia menjadi terasa kecil. Jika ia mendapat nikmat dia tidak akan lupa diri, karena tidak ada apa-apanya dibandingkan nikmat memandang wajah Allah yang ia idam-idamkan selalu. Jika tertimpa kesulitan ia akan bersabar dengan meyakini bahwa semoga kesabaran itu akan menyebabkan ia berhak memandang wajah Allah disamping diselamatkan dari api neraka. Dan tentulah di antara modal utama untuk berhak memandang wajah Allah ialah ia selalu sibuk memastikan bahwa apapun yang ia kerjakan di dunia ini adalah semata-mata demi memperoleh wajah Allah alias ikhlas dalam berbuat apapun. InsyaALlah.-

“Ya Allah, aku mohon ridho (dalam hatiku) sesudah keputusanMu, kesejukan hidup setelah kematian, kelezatan memandang wajahMu dan kerinduan berjumpa denganMu.” 


_Eramuslim.com_





Baca Selengkapnya...

♥ CINTA TAK HARUS MEMILIKI ♥


Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil

...tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah
pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan
pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat
kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki
adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia
berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang
pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi
Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak
hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.

”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya.
Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa
cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru
tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang
Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah
memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang
utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai
beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili
saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud
Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua,
shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini
bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak
jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi
isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan
segala debar hati.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata
sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang
datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki
urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah.
Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu
mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu
alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan
persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu
yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan
ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi
pernikahan kalian!”
???

Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki
apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran
tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih,
merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan ’merasa
dikhianati’-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah,
dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang
yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang
kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah.

copas dari kisah.web.id
Baca Selengkapnya...

Benar, Amanah, dan Tidak Mengganggu

Barangsiapa ingin dicintai Allah dan rasulNya hendaklah dia berbicara benar (jujur), menepati amanat dan tidak mengganggu tetangganya. (HR. Al-Baihaqi)
Baca Selengkapnya...

Jika saja bukan karena keridhaan-Mu, Apa yang dapat dilakukan oleh manusia yang seperti debu ini dengan Cinta-Mu? #Izza Rupaida Febriani#